Empat Puluh Hari Bersyukur

Sambil mencuci mobil di pekarangan, pagi itu saya sedang mendengar podcast tentang bersyukur. Emang bener ya, ketika kita baca buku atau dengerin orang bercerita tentang kehidupan mereka, pengetahuan dan pengalaman kita ikutan nambah, dan sudut pandang kita pun makin kaya.

Jadi, podcasternya bercerita tentang bagaimana keluarganya dapat bertahan hari demi hari dengan uang yang sedikit sewaktu mereka belum punya gaji tetap. Saat itu mereka hidup dengan anak-anak mereka yang masih kecil-kecil. Jadi dia dan suaminya menjual buku dan menjual kue untuk mendapatkan uang agar dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka. Mereka hidup dengan sangat sederhana, sering belanja di toko barang bekas, dan mengajari anak-anaknya berhemat.

Sekarang, ia bisa melihat bahwa anak-anaknya tumbuh menjadi orang yang menghargai hal-hal kecil dan sederhana. “Sometimes lack of having things makes you more grateful of what you have,” katanya.

Bersyukur adalah soal berlatih melihat jejak langkah Tuhan dalam hidup kita. Kalau kita sungut-sungut terus, Tuhan enggak bisa bicara sama kita. Sungut-sungut artinya kita enggak percaya Tuhan yang menyediakan semua kebutuhan kita selama ini. Dan Tuhan sedih bila kita sungut-sungut, karena itu artinya kita tidak punya sikap untuk mendengar. Karena itulah Tuhan terus mengajak kita untuk terus beryukur supaya kita bisa mendengar suara-Nya, dan bisa bekerja sama dengan-Nya.

Bersyukur adalah soal perspektif. A grateful heart will see the fingerprints of God in just normal everyday circumstances. Bersyukur untuk makanan tersedia ketika kita lapar. Bersyukur untuk rumah sehingga kita dapat berteduh.. dlst.

Dia juga bercerita tentang kepindahannya ke tempat baru, dan bagaimana dengan bersyukur bisa membuat dia menyesuaikan diri dengan keadaan baru, tempat baru, dimana segala sesuatunya berbeda dengan tempatnya semula berada. “The more i practice for thankfulness, the more i adjusted to the country that wasn’t my own,” katanya. That is a very powerful message for me, mengingat bahwa sekarang saya pun sedang menyesuaikan diri dengan keadaan baru di era pasca pandemi ini. πŸ™‚ Karena itu, dia mengajak para pendengarnya untuk menuliskan ucapan syukur selama 40 hari.

Maka, sehabis mendengar podcastnya, dan tentunya setelah saya selesai cuci mobil πŸ˜€ saya segera mengikuti ajakannya untuk menuliskan ucapan syukur selama 40 hari. Di hari pertama itu, saya tuliskan lima hal yang saya syukuri. Kemudian, sehabis menulis, entah bagaimana, semangat saya langsung berkobar-kobar untuk menjalani hidup yang bersyukur pada-Nya. πŸ™‚ Lima hal itu antara lain: terima kasih bisa cuci mobil sehingga mobil bersih kembali dan enak untuk digunakan, terima kasih untuk sarapan, terima kasih untuk kesehatan sehingga bisa mengerjakan ini-itu, terima kasih untuk kompor gas yang masih berfungsi baik sehingga bisa dipakai untuk memasak, terima kasih untuk pakaian bersih. πŸ™‚

Sekarang saya berada di hari ke-18. Ketika membaca kembali catatan-catatan bersyukur ini, jujur, saya tersenyum. There’s something about being grateful yang bener-bener bisa membuat kita merasa bersemangat lagi. πŸ™‚

Podcasternya menambahkan gini: it’s natural to be sinful, or selfish, or wants the biggest cake; but it is supernatural to be kind, patient, and thankful. I couldn’t agree more sodara-sodara! πŸ˜€ So, are you in for this 40 hari bersyukur?

Advertisement

7 thoughts on “Empat Puluh Hari Bersyukur

  1. Merasa diingatkan kembali lewat postingan Messa ini πŸ™‚ agar bersyukur yaa dalam setiap keadaan, walaupun gak punya duit nih haha masih bersyukur bisa makan, bayar kontrakan, anak2 sehat dll. GBU Messa πŸ˜‰ .

    Like

    1. halo kak Nella.. sukurlah kalau postingannya bisa mengingatkan kakak kembali yaa πŸ™‚ kalau bisa bayar kontrakan berarti masih punya duit dong kaaak πŸ˜€ tapi iya, bagaimana pun situasinya kita belajar bersyukur ya kak πŸ™‚ makasih banyak udah baca kak πŸ™‚ God bless you too kak..

      Like

Comments are closed.