Jogja Family Week: Speech Delay, Ngunduh Mantu, Ojo Dibandingke

Hello there! Udah hari ketiga di tahun yang baru, gimana kabarnya? Semoga kalian sehat semua ya! Kali ini aku mau cerita tentang perjalanan ke Jogja yang kulakoni bersama mamaku beberapa bulan lalu. Waktu itu sepupuku menikah di Jogja. Kami pergi naik kereta dari Jakarta. Perjalanannya menyenangkan, just like the good old days i had with my mom. πŸ™‚

Berangkat
Ketika menunggu kereta diberangkatkan dari Jakarta, kami duduk di ruang tunggu, bersebelahan dengan seorang ibu dan anaknya yang sedang tidur nyenyak di pangkuannya. Mereka hendak pulang ke Cirebon. Mereka datang ke Jakarta sini untuk terapi speech delay bagi anaknya tersebut. Si ibu bercerita asal muasal anaknya menjadi diam seribu bahasa karena si anak trauma melihat pertengkaran antara dia dan suaminya, sehingga membuat si anak malas bicara. Kami memberi semangat untuk si ibu supaya tetap tabah dan bertekun dengan semua proses yang telah dia kerjakan selama ini.

Speech delay atau keterlambatan bicara pada anak dapat terjadi karena beberapa penyebab. Menurut berbagai sumber yang kubaca dan kudengar, salah satu penyebab yang paling sering muncul sekarang adalah karena sejak dini anak diberi gadget. Cara mengatasinya sebaiknya anak-anak di rumah sering-sering dibacakan buku cerita yang bermutu, lalu sibukkan anak dengan permainan, dan orang tua bermain bersama anak supaya ada interaksi.

Senang sekali ketemu orang yang terbuka menceritakan pergumulannya, sehingga wawasanku soal speech delay ini bertambah.

Kereta kami kemudian muncul duluan, dan kami pun berpamitan dengan si ibu. πŸ™‚

Ada satu hal yang menarik ketika kereta mulai berjalan. Kulihat para petugas berseragam merah hitam berbaris di pinggiran platform. Kemudian satu per satu menundukkan kepala dan meletakkan tangannya di dada, seolah berkata: “Selamat jalan, semoga tiba di tujuan dengan selamat.” Aku tertegun melihatnya. πŸ™‚ Kayaknya beberapa tahun lalu belum ada ya kegiatan semacam penghormatan kepada penumpang ini. Sukurlah sekarang dibikin tradisi kayak gitu. πŸ™‚

Di kereta kami ngobrolin macam-macam semenjak pergi hingga tiba di Jogja. Salah satu yang paling berkesan adalah cerita mamaku tentang masa kecilnya yang berpindah-pindah dari Binjai ke Siantar, kemudian ke Samosir, lanjut ke Tebing Tinggi, lalu ke Medan. Profesi ompung (orang tua mamaku) yang bekerja di bidang kesehatan membuat mereka mesti pindah beberapa kali. Senang mengetahui bahwa masa kecil mamaku sungguh berwarna. πŸ™‚

Tadinya kupikir akan sempat memejamkan mata barang satu dua jam, tapi rupanya enggak. Pemandangan hijau sepanjang jalan sungguh menarik untuk disimak.

Pesta
Sorenya kami tiba di Jogja dan langsung menuju penginapan tempat keluarga berkumpul. Para sepupu langsung diberi tugas mengisi berbagai macam penganan kacang ke dalam plastik-plastik kecil yang akan dibagikan ke para tamu di pesta hari H. Aku senang banget bisa ketemuan dengan para sepupu yang udah ber(puluh) tahun tak berjumpa. πŸ˜€ πŸ˜€

Btw, kereta kami pergi dan tiba on time. Bravo untuk Kereta Api Indonesia!

Esok harinya the big day. Pesta. Acara berlangsung dengan baik dan lancar dengan makanan dan minuman yang berlimpah. πŸ™‚ Di tengah pesta, orang tua dari pengantin pria yang notabene bukan orang Batak memberi kata sambutan. Aku suka sekali dengan kata-kata yang beliau sampaikan. Dalam versi singkatnya beliau bilang begini: β€œβ€¦ Walaupun kami tidak tahu apa yang dibicarakan (karena acara adat berjalan dalam bahasa Batak), namun kami merasakan kebersamaan dan kehangatan…” Aku setuju karena aku juga merasakan kebersamaan dan kehangatan itu. Aku sungguh bersyukur pada Tuhan karena kebaikanNya kami bisa berkumpul di Jogja. πŸ™‚

Ngunduh Mantu
Hari berikutnya, jujur, adalah hari yang paling bikin aku penasaran dengan acaranya, yakni ngunduh mantu. Udah sering dengar istilahnya tapi belum pernah lihat kayak apa acaranya. Untuk dapat mengikutinya, pagi sekitar jam sepuluh rombongan kami menempuh perjalanan ke Solo karena acaranya akan diadakan di kampung halaman pengantin pria. Dua jam kemudian kami tiba dan langsung acara makan siang. Sehabis makan siang rombongan kami rehat dulu di salah satu pasar untuk berburu batik. Mumpung lagi di Solo, ya, kan ? Hihi πŸ˜€ πŸ˜€ Sorenya kami pergi menuju gedung yang akan digunakan untuk acara ngunduh mantu di malam hari. Gedung bernuansa klasik tersebut kabarnya milik orang nomor satu di Indonesia. πŸ™‚

Kira-kira jam tujuh malam acaranya dimulai dengan iringan pengantin diboyong masuk ke dalam gedung diiringi nyanyian dan musik gamelan. Sepanjang mereka berjalan, sepanjang itu pula mereka dihantar oleh semacam pengumuman-pengumuman yang dituturkan dalam bahasa Jawa kromo (halus). Aku enggak ngerti apa artinya tapi indah sekali di telinga. Kayak lagi dengerin orang baca puisi. πŸ™‚ Kalau kata sepupuku yang udah lama tinggal di Jawa Tengah, inti dari yang mereka sampaikan adalah semacam memperkenalkan kedua keluarga yang sedang berpesta, kemudian diberitahukan bahwa keluarga dari segala penjuru telah hadir untuk mengikuti acara. Macam gitulah kira-kira. πŸ˜€

Pengantin dan keluarga inti, beserta seluruh panitia telah dirias sedemikian rupa berpakaian khas Jawa lengkap dengan keris, beskap, blangkon, kebaya, beserta kain jarik. Aku pangling melihat penampilan mereka. Terlihat elegan dalam balutan kain yang didominasi warna emas, cokelat serta hitam. Gorgeous! πŸ™‚

Yang paling gemesin dari acara ini adalah tas suvenirnya yang berisikan hal-hal bermanfaat: tumbler minuman berinisial nama pengantin, minuman kesehatan botolan, vitamin C botolan, lalu kukis ada juga kalo aku gak lupa, daaan koyo! Yes, koyo my friend! πŸ˜€ Mungkin karena acaranya malam hari dan pulangnya pun udah malam, maka tamu-tamu dikasi koyo supaya badan tetep sehat dan hangat. Manatau ada yang masuk angin, ya, kan? πŸ˜€ Very thoughtful ! Salut deh aku! πŸ™‚

Jadi selama sekitar dua jam acara diisi dengan makan malam, hiburan nyanyi, salaman dan berfoto dengan pengantin, serta mendengarkan kata-kata sambutan yang kesemuanya dilakukan dalam bahasa Jawa. Ha! It was amazing! πŸ˜€

Sekitar jam sembilan malam yang empunya pesta kemudian turun dari panggung daaan.. semacam dikomando, para tamu otomatis ikutan beranjak dari kursinya masing-masing menyusul rombongan pengantin dan keluarga dari belakang. Oh, begitulah rupanya tanda pesta sudah selesai. πŸ™‚ Kami pun kembali ke Jogja dan tiba jam dua belas malam. What a very long day! πŸ˜€ πŸ˜€

Hari Terakhir
Besok siangnya kami ketemuan dengan teman kami di kafe kepunyaan mereka yang berkonsep terbuka yang terletak di daerah Mlati. Kami pernah sama-sama tinggal di Oman. Dulu anaknya yang tertua suka kugendong ketika masih kecil. Sekarang dia tumbuh menjadi anak lelaki raksasa. Luar biasa! πŸ˜€ Sehabis dari kafenya, ia menemani kami mampir bentar ke Pasar Beringharjo. Benar-benar sebentar saja kami di pasar; sebab hari sudah nyaris jam lima sore dan toko-toko udah pada tutup dan gerbang sudah dirantai. πŸ˜€

Tibalah waktunya pulang.

Malam jam setengah sepuluh, kereta kami berangkat dari Stasiun Jogja menuju Jakarta. Sempat tidur sebentar tapi di tengah malam aku terbangun. Udara di dalam kereta terasa semakin dingin. Untunglah tadi dibagi selimut berwarna biru untuk membungkus tubuh selama perjalanan yang memakan waktu sekitar tujuh jam.

Aku mengingat-ingat satu lagu yang amat sering kudengar selama perjalanan Jogja Family Week ini. Di Jogja ketika pesta, di Solo pun kudengar, trus di mana lagi ya?? Di pertokoan? Di dalam bus rombongan? Hmm.. kayaknya dimana-mana lah. πŸ˜€ πŸ˜€ Karena penasaran kucari lagunya di YouTube. Rupanya lagu ini udah berbulan-bulan viral sodaraku! πŸ˜€ Judulnya Ojo Dibandingke, diciptakan oleh Abah Lala, seniman yang berasal dari Boyolali Jawa Tengah. Pop dangdut sih kalo menurutku. Aku suka banget sama melodinya. Klasik! πŸ™‚

Lagu ini menceritakan kegundahan hati seorang kekasih yang sering dibanding-bandingkan oleh pasangannya. πŸ˜€ Siapa juga yang suka dibanding-bandingkan, ya, kan? πŸ˜€ πŸ˜€ Kalian udah pada denger belum sih? Bener-bener bikin joget lho.. hahaa…. πŸ˜€

Lagunya kudengar berulang-ulang dari berbagai versi. Buanyak banget di YouTube dan udah jutaan yang menonton! Luar biasa! πŸ˜€ Akhirnya aku mengantuk dan terbangun lagi sewaktu kereta udah mau berhenti. Petugas kemudian datang mengumpulkan selimut. Kirain selimutnya boleh dibawa pulang untuk kenang-kenangan.. hahaa.. πŸ˜€

Sekitar jam lima pagi kereta pun tiba dengan selamat di Jakarta. Dengan demikian berakhirlah petualangan Jogja Family Week. πŸ˜€ πŸ˜€ Walau capek tapi senang. πŸ™‚

Kalau dari kacamataku, kulihat Jogja sekarang makin crowded dan dari sisi kebersihan kayaknya semakin longgar. Gimana menurut kalian? Tapi secara keseluruhan, jalan-jalan ke Jogja selalu menyenangkan koq. πŸ™‚

Well, makasih banyak untuk kalian semua yang udah baca sampai habis, ya. πŸ™‚ Semoga tulisannya menghibur. πŸ˜€ I hope you have a great week! πŸ™‚

Advertisement

2 thoughts on “Jogja Family Week: Speech Delay, Ngunduh Mantu, Ojo Dibandingke

  1. Bener banget ini soal Jogja kalau musim liburan seringnya crowded dan macet, terutama di titik2 tertentu salah satunya Stasiun Tugu yg masih di area Malioboro.

    Like

Comments are closed.