Setelah ditelaah dan melihat pola hidup selama ini, ternyata aku bener-bener berminat mengeksplor dunia pendidikan. Bagaimana aku bisa sampai kepada kesimpulan ini? Jadi setelah melihat kembali bacaan-bacaanku, ternyata aku punya beberapa buku tentang bagaimana cara-cara mendidik yang baik dan bisa diterima anak maupun siswa.
Postingan-postingan di blog ini pun beberapa kali pernah membahas perilaku guru-guru yang pernah singgah dalam hidupku serta bagaimana pengaruh mereka. Dan beberapa tahun lalu pernah pula kutulis tentang bagaimana cara mengajar di Finlandia. Tulisannya bisa ditengok di https://h0tchocolate.wordpress.com/2017/09/23/mereka-yang-mencintai-sepenuh-hati/
**
Jadi kenapa bisa tertarik dengan dunia pendidikan? Untuk mendapat jawabannya mesti ‘mundur’ sedikit ke zaman early childhood. Semua tentu berakar dari rumah dan lingkungan masa kecilku yang amat berwarna. Rumahku ramai dengan orang-orang dewasa yang menjadi guru-guru pertamaku, yang membawa their own story from their own first home/first family. Sehingga apa yang mereka berikan / ajarkan kepadaku adalah hasil dari apa yang mereka terima dari keluarga mereka masing-masing and their own interpretasi on how to raise children.
Kemudian ketika kelas dua SD, waktu itu belum genap berusia tujuh tahun, aku pernah dibully guru. Ini bener-bener membuatku kapok hingga kayak enggak ingin belajar lagi serta cenderung ingin nakal.
Mungkin inilah titik awal yang membuatku bertanya-tanya: bagaimana sebetulnya pendidikan yang sehat? Aku juga mempertanyakan motif guru kami tersebut membullyku. Apa beliau tidak dibekali psikologi pendidikan dan psikologi anak?
Aku juga mempertanyakan sebenarnya sekolah untuk apa? Apakah tujuan sekolah hanya untuk punya uang agar dapat memenuhi kebutuhan hidup? Apa iya uang adalah segalanya? Kenapa tujuan sekolah harus kayak supaya dapet juara terus, apalagi sampe anak-anak tidak lagi enjoy belajarnya tapi malah cenderung mikirin nilai, sehingga dengan cara apa pun akan ditempuh asalkan dapet nilai A? Atau untuk apa punya uang sekian milyar tapi cara ngedapetinnya tidak halal dan tentu akan berakibat tidak baik kedepannya?
Banyak lagi pertanyaan lain yang kuajukan dikarenakan semakin bertambahnya pengalaman hidup. Jadi barangkali kombinasi semua inilah yang bikin aku terus penasaran bagaimana sebetulnya pendidikan yang sehat dan ideal.
Maka ketika secara tidak sengaja ketemu filosofi pendidikan Charlotte Mason (CM) yang sasarannya adalah membentuk insan kamil berwatak luhur dan siap untuk hidup sederhana; menjadi pribadi yang berpikir tinggi (misalnya menjadi ahli cendekia, ahli ekonomi, dan ahli-ahli lainnya), namun ia tetap hidup membumi alias tetap mau mengerjakan pekerjaan sehari-hari.. aku pun tergugah.. karena.. ide-ide yang CM tawarkan semacam menjawab kegelisahan dan pertanyaan-pertanyaanku selama beberapa dekade ini.
Jadilah aku mulai dengerin podcast mereka dan webinar di youtube untuk dapet sedikit gambaran seperti apa metode CM ini. Aku juga mengikuti kelas sosialiasi CM yang diadakan komunitas CMIndonesia, dan sekarang lanjut mengikuti kelas kajian ‘Cinta Yang Berpikir’ yakni mengenai manual pendidikan CM.
Setelah mengikuti kelas sosialisasi CM, aku jadi tahu bahwa metode CM dapat dipakai dalam berbagai konteks: untuk anak homeschooler, anak berkebutuhan khusus, anak berbakat, anak sekolah, anak sendiri/diri sendiri, dan kasus-kasus lainnya.
Beberapa poin yang kusimak yang membuatku jatuh cinta pada filosofi CM adalah:
- Dari penelitiannya, CM berkesimpulan bahwa anak bukan tabula rasa atau kertas kosong yang menunggu untuk diisi oleh orang tua dan guru.
- Anak adalah pribadi utuh yang terlahir dengan emosi lengkap, bakat, hati nurani, jiwa, dan dengan kedalaman spiritual yang menunggu untuk dipantik untuk melakukan hal-hal besar. Sekali itu terpantik, maka anak akan terus belajar mencintai pengetahuan dan kehidupan.
- Tugas orang tua adalah menolong anak agar dapat mekar sempurna seiring usianya, dan menolong mengatasi kelemahan bawaan pada anak. Sehingga orang tua perlu mengetahui hukum-hukum psikologis dasar dan fisiologis dasar agar berhasil mendidik anak.
- CM tidak setuju dengan pendidikan ala hafalan, ceramah satu arah, lalu diikuti dengan ujian dan diberi nilai. Teknik seperti itu membuat anak segera melupakan apa yang dipelajarinya.
- Pendidikan pertama-tama adalah dari teladan orang tua dan guru. Mendidik anak-anak pada hakikatnya adalah mendidik diri sendiri. Sikap yang diperlukan adalah sikap terbuka, gemar belajar dan membaca, mau berubah serta mau berdialog dengan anak-anak untuk menuntun mereka.
- Pendidikan adalah disiplin. Biasakan anak taat pada aturan, biasakan fokus, dan biasakan anak bekerja dengan sungguh-sungguh. Kebiasaan disiplin dapat menolong mengatasi kelemahan bawaan anak.
- Orang tua/guru wajib memasok anak setiap hari dengan ide-ide bergizi; agar bukan hanya badan anak yang menjadi besar melainkan jiwanya juga.
- Anak-anak perlu mempelajari sejarah, sastra, matematika, geografi, bahasa asing, musik, hasta karya (kerajinan tangan), dll. Sehingga apa pun kelak profesi anak, ia memiliki pengetahuan yang menyeluruh tentang peradaban manusia.
- Pengetahuan itu didapat dari living books yakni buku-buku yang ditulis tanpa sikap menggurui. Kemudian anak diminta narasi, yaitu menceritakan kembali apa yang anak dengar atau amati. Kemudian durasi belajarnya singkat supaya anak dapat tetap konsentrasi.
- Latih anak bukan menghafal, tetapi memahami makna sejak awal dan seterusnya.
- Pendidikan bukan sekadar untuk mendapat stiker bintang “Good job!”; melainkan untuk merawat kecintaan anak pada pendidikan yang alamiah/tidak buru-buru.
- Kita ingin anak memiliki hubungan yang dekat dengan Tuhan, lingkungan, sesama, dan dirinya, dan itu akan terlihat dari perilakunya.
Dan CM bilang..
“Tanda pendidikan yang berhasil adalah.. anak bisa menarasikan sesuatu dengan baik. Jika anak sudah paham akan sesuatu ia akan dapat menceritakan kembali dengan baik, lalu akan terbentuk relasi yang baik antara anak dengan yang ia pelajari. Karena, tidak ada gunanya lembar ijazah dengan nilai tinggi apabila anak tetap tidak tahu bidang apa yang ia minati.
“Berminatkah kau pada itu?” Itulah sebaiknya pertanyaan yang kita tanyakan pada anak, alih-alih bertanya “nilai berapa tadi?” Karena jika anak berminat maka ia akan mengubahnya menjadi tindakan.”
Menarik, ya? 😁😁
Jadi gaes, ke depannya blog ini akan diisi dengan cerita-cerita tentang yang kupelajari dari metode CM. Moga-moga bermanfaat. 😊
Semua ini kukerjakan karena aku ingin mengedukasi diri sendiri agar semakin baik; karena semua perubahan dimulai dari diri sendiri. 😊
Buat temen-temen pemerhati dunia anak, atau pemerhati parenting/pengasuhan, atau pemerhati pendidikan yang penasaran sama CM silakan pantengin situsnya di https://cmindonesia.com, atau yuk ikutan baca buku ‘Cinta Yang Berpikir’ yang ditulis oleh mbak Ellen Kristi yang adalah pendiri komunitas CMIndonesia.
Selalu ada jalan untuk menjadi pribadi yang lebih baik dan berwatak luhur. 😊
saya baru mulai intip-intip CM, eh alhamdulillah berjodoh dengan tulisan kakak yang cakep sekaliii merangkai dan menyimpulkan poin-poin penting CM.
thanks a lot kak, ku jadi bagian antrean pengunjung yang menunggu tulisan-tulisan kakak berikutnya mengenai CM ataupun bahasan pendidikan lainnya 😁
LikeLiked by 1 person
Haloo.. makasih banyak udah mau baca yaa😁 semoga nanti sesekali kutulis disini cerita2 tentang CM 😊😊
LikeLike