Beberapa waktu yang lalu aku dengerin pemaparan tentang mengasuh anak usia dini (0-6 tahun) dari youtube-nya Charlotte Mason (CM) Indonesia.
Ketika narasumbernya menyebutkan salah satu aktifitas adalah ‘nature walk’, yaitu kegiatan untuk sesering mungkin membawa anak ke alam luas atau aktifitas outdoor untuk mengamati alam, aku langsung teringat dengan pengalaman sewaktu kecil dimana kami sering dibawa ortu jalan-jalan menikmati alam.
Kami sering jalan-jalan ke pantai, sungai, pegunungan, yang mana aktifitasnya tentu enjoying the surroundings. Makan durian sambil berenang, atau piknik duduk di tikar sambil menikmati makanan yang disiapkan dari rumah. 😊 Ibu saya masakannya enak-enak. Makanya kalau berpiknik ria kami selalu bawa bekal dari rumah. 😊
Selain ke tempat-tempat ini, of course, interaksi dengan alam yang paling kuingat adalah masa-masa liburan yang sering kami habiskan di kampung halaman Samosir. Sedikitnya dua kali setahun kami pasti mudik. Liburan sekolah dan liburan akhir tahun. 😊
Trus ngapain aja di Samosir?
Di hari-hari Minggu kadang kami naik kapal dari rumah ompung (kakek nenek) ke gereja. Rumah ompung terletak di tepi Danau Toba. Tapi kami memang lebih sering berjalan kaki kalau mau kemana-mana. Ketika tengah berjalan dimana kanan-kiri adalah hamparan sawah dan bebukitan hijau, tiba-tiba di jalanan depan mata muncul kotoran kerbau (KK). Kami sering menyebut si KK ini sebagai ‘black forest’ karena bentuknya biasanya bulat dan mostly berwarna kehitaman, kayak kue tart black forest. 😁 Jadi kalo dibilang ketemu black forest di jalan, keluarga yang mendengar cerita kami udah tahu bahwa artinya KK. Haha..
Sepulang dari berjalan kaki, kami akan sering menemukan suga-suga di pakaian yang kami kenakan. Kalau enggak salah, suga-suga ini semacam tanaman rumput. Rerumputan tumbuh subur di jalanan di Samosir, sehingga, otomatis si suga-suga ini pun akan ikut nempel pada bagian bawah rok atau celana yang kami kenakan. Tiba di rumah, kerjaan berikutnya adalah melepaskan si suga-suga ini dari kain. Kadang jumlahnya lumayan banyak juga.
Pernah pula aku mendengar Ompung Doli (kakek) berteriak “Horbo mu on!” ketika kerbau kepunyaan orang lain memasuki areal rumah ompung tanpa dipandu gembalanya. Kerbau merusak pagar kayu dililit kawat duri yang dengan susah payah dibangun ompung. “Horbo mu on” artinya: kerbaumu ini. Ompung pasti udah marah besar tuh kalo nada suaranya tinggi.
Cerita dengan Ompung Boru (nenek) beda lagi. Grandma adalah perempuan penyuka kebersihan dan amat rajin bekerja. Namun, kalau ompung udah lelah bekerja, ompung tidak segan-segan untuk masuk ke kamar dan tidur.
Mungkin karena aku tertarik dengan kepribadian beliau, aku pernah memerhatikan keseharian ompung boru ngapain aja dari mulai bangun tidur pagi-pagi hingga mau tidur lagi di malam hari.
Waktu itu kami liburan ke rumah ompung dan pagi-pagi aku terbangun mau ke toilet. Aku membawa lampu semprong ke toilet. Rumah tampak gelap. Waktu itu pasokan listrik masih amat terbatas di Samosir. Barangkali PLN belum masuk ke kampung kami di zaman itu. Ompung menggunakan genset sendiri untuk menyediakan listrik di rumah. Makanya minyak lampu selalu tersedia dalam jerigen di gudang.
Jadi, pagi itu, sehabis dari toilet, kulihat seberkas cahaya di dekat ruang makan. Setelah kuperjelas melihat, rupanya ompung boru duduk di sana sambil merajut, ditemani cahaya lilin. Mungkin itu sekitar jam dua pagi.
“Cepat banget ompung bangun?” tanyaku pada ompung.
“Iya. Ompung terbangun dan enggak bisa tidur lagi. Jadi ompung merajut.”
Kutemani ompung sebentar kemudian aku kembali ke kamarku. Aku enggak tau apakah ompung masih terus merajut hingga matahari muncul atau kembali mengantuk dan tidur di kamarnya.
Hari makin terang dan ompung pun mulai beraktifitas. Aku pernah memipil jagung sama ompung pakai obeng. Melepaskan butir jagung dari bonggolnya untuk pakan ternak. Lalu lanjut makan siang. Kemudian kalau udah lelah ompung pergi tidur. Bangun tidur sambung kerja lagi atau merajut atau membaca koran. Malam hari kami makan bersama sambil nonton acara di TVRI, satu-satunya siaran televisi yang tersedia saat itu. Kemudian sekitar jam sembilan malam ompung tidur. The next day repeat dengan ritme kegiatan yang nyaris sama.
Pernah pula aku melihat ompungku mencuci rambutnya. Bukan dengan shampo seperti yang sering kami lakukan di kota Medan, tapi ompung mencuci rambutnya dengan sabut kelapa dan jeruk nipis. Sayangnya, aku enggak tanya ompung kenapa cuci rambut pakai sabut kelapa dan jeruk nipis. Tapi dari yang pernah kubaca di google, katanya rambut sehat jika dicuci dengan cara demikian.
Terakhir, aku pernah bermain bersama sepupuku di kebun cokelat kepunyaan ompung. Entah bagaimana, kami penasaran sama rasa buah cokelat sehingga kami ambil beberapa yang sudah jatuh dari pohonnya dan kami nikmati daging buahnya. Rasanya manis asam, mirip-mirip sama daging buah sirsak. Tapi daging buah cokelat ini rasa asamnya lebih dominan daripada rasa manisnya. Seru bangetlah! 😊
Walaupun mungkin kegiatan nature walk kami tidak seideal definisi yang dimaksud CM, namun, aku percaya, dengan cara-cara seperti yang telah dilakukan orang tuaku, telah ikut memupuk kecintaanku pada alam dan pada kegiatan luar ruangan.
Nature is always interesting. Kita selalu bisa belajar darinya dan dari orang-orang. According to CM, banyak berinteraksi dengan alam (dan dengan manusia tentunya karena kita adalah bagian dari alam juga) akan membuat kita makin mengenal Pencipta kita yang Agung. ♥️
Masih menurut CM, nature walk yang bertujuan mengakrabkan anak dengan alam itu sesimpel keluar dari rumah ke halaman belakang, misalnya. Jadi mikirnya gak usah ribet. 😊
Kisahmu dengan ompung banyak yaaaa. Bikin hangat hati
LikeLike
Hai kak Eka.. makasih udah baca ya kak 😉 kakak gimana dengan ompungnya kakak? 🙂
LikeLike