Menjaga Keseimbangan

Beberapa waktu yang lalu aku mengikuti konferensi Alkitab yang membahas soal Salomo: Raja Bijak yang Menjadi Bebal. Kenapa pula seorang raja yang bijak bisa berubah menjadi bebal?

Seperti yang kita ketahui bersama, Salomo adalah raja Israel paling termasyhur nomor dua setelah raja Daud. Daud adalah ayah dari Salomo. Di masa pemerintahan Salomo, Israel mengalami masa keemasan. Semua kerajaan yang berada di sekitar Israel takluk dan hormat kepada Salomo. Penduduk negeri itu pun hidup aman sentosa damai sejahtera.

Salomo hidup berkelimpahan dalam berbagai hal. Dalam harta, hewan ternak, emas, tentara, pelayan, para istri dan gundik, serta hikmat dan pengetahuan (remember? ia adalah orang paling bijaksana yang pernah hidup di muka bumi ini). Namun, ketika seseorang hidup berkelimpahan, justru di situlah ternyata masa-masa gentingnya..

Jadi apanya yang bikin genting?

Ini dia: hati kita bisa menjauh dari Tuhan dan tidak lagi berpaut PadaNya, melainkan kepada hal-hal yang kita miliki tersebut, yang kita pikir dapat memberikan rasa aman. Di situlah letak bahayanya.

*

Mengejar pengetahuan, hikmat, kekayaan, atau apa pun itu, dapat menjadi berbahaya ketika kita mencoba menemukan signifikansi dalam pembelajaran kita, daripada menemukan signifikansi dan identitas diri kita di dalam Allah. Pengetahuan dan hikmat memang datang dari Allah dan semua yang datang dari Allah memang baik dan tidak jahat. Namun, ini adalah soal prioritas, bukan soal apakah hal-hal ini baik atau tidak baik.

Tidak salah menikmati makanan. Tidak salah mengejar pengetahuan. Hal-hal ini baik selama kita tidak menilai diri kita darinya. Tetapi semua ini juga merupakan hal-hal yang dapat menyebabkan kita kehilangan keseimbangan.

Mungkinkah terlalu banyak hal baik justru bisa merugikan?

Dalam kisah Salomo, ia tidak hanya mengejar kekayaan, keamanan, hikmat dan kekuasaan, tetapi juga mengejar banyak istri. Dan di situlah kita melihat Salomo telah benar-benar kehilangan keseimbangan.

Seperti tercatat dalam Alkitab, di masa tuanya, para istri Salomo yang ribuan jumlahnya dan yang menyembah berbagai ilah, membujuk Salomo untuk beribadah kepada para ilah mereka. Salomo pun dengan sadar ikut berbakti kepada sesembahan para istrinya tersebut. Dan semenjak itu, mulailah kerajaan Israel dirongrong berbagai masalah baik dari dalam negeri maupun luar negeri; mulai dari pemberontakan rakyat, pertikaian dengan kerajaan lain, serta berbagai masalah lainnya.

Salomo, yang membangun Bait Allah ini, telah menyimpang begitu jauh dari kebenaran, begitu jauh keluar batas, dan telah kehilangan keseimbangan spiritualnya. Sebagai puncak dari masalah akibat ketidaksetiaan Salomo kepada Tuhan, IA mengambil kerajaan itu dari Salomo dan memberikannya kepada salah satu pegawainya. Sungguh suatu akhir yang mengenaskan bagi seseorang yang amat bijak.

*

Kita pun sekarang hidup di zaman yang melimpah juga. Kita mungkin tidak mempunyai ratusan istri maupun ribuan tentara, tetapi sekarang kita memang hidup dalam masa kelimpahan yang berlebih-lebihan dan ini membuat kita mudah kehilangan keseimbangan spiritual karena banyaknya milik kita.

Yesus berkata, hidup manusia tidaklah tergantung dari kekayaannya. Hidup kita tergantung pada hubungan kita dengan Allah. Itu yang pertama dan terutama. Karenanya, jawaban atas materialisme, konsumtif, pencarian keamanan, dan pengejaran pengetahuan adalah dengan MENYADARI ARTI DARI RASA CUKUP. Rasa cukup berarti tahu saatnya untuk merasa puas, dan menyadari kita tidak butuh lebih banyak hal yang sebenarnya tidak lagi kita perlukan.

Rasa cukup dapat dialami dari pikiran Kristus yang terus bertumbuh di dalam diri kita. Artinya, kita memandang kehidupan dari sudut pandang Kristus, yakni hidup dalam ketaatan kepada Allah, dalam kerendahan hati, dan ketergantungan kepada Allah, sehingga IA menuntun semua yang kita kerjakan.