Satu Orang Baru Setiap Minggu

Ketika memulai perjalanan penyembuhan dan pertobatan di tahun 2018, guruku alias psikologku memberikan pekerjaan rumah (PR) yakni: bertemu satu orang baru setiap minggu. Karena aku cenderung introvert yang suka menyendiri dengan buku-buku bacaan, maka pas dikasih PR kayak gitu, ya mau gak mau aku harus mikir gimana caranya supaya bisa ketemu orang baru tiap minggu. 😁😁

β€œNgobrolin apa aja boleh. Yang ringan-ringan aja gpp,” kata guruku memberi petunjuk. 😁

Ngobrolin yang ringan? Bagaimana pulak caranya? 😁😁 Soalnya anak introvert kan orangnya suka mikir tapi bukan mikirin remeh-remeh rempeyek melainkan beneran suka mikir serius. Mikirin hidup. 😁😁 Makanya waktu itu bener-bener tantangan baru untuk mikir gimana membuat relasi baru dengan orang baru. Apalagi waktu itu kondisiku bener-bener baru keluar dari isolasi diri selama bertahun-tahun gara-gara males ditanyain macem-macem kalo ketemu orang-orang. 😁😁 Jadi aku bener-bener clueless gimana caranya. Namun, demi sehat dan sembuh, i said yes to mengerjakan PR dari guruku. 😁😁

SAMA-SAMA RAPUH
Aku memulainya dengan menerima ajakan temen-temen untuk melakukan kegiatan positif antara lain: nyanyi bareng, menjenguk orang sakit, bantuin temen yang akan pindah ke luar kota, jalan-jalan, makan-makan, dll. Kemudian aku rutin mengikuti ibadah mingguan yang dilakukan di rumah-rumah jemaat gereja kami.

Dari aktifitas ini aku belajar mengenal orang secara personal, belajar bagaimana mereka berinteraksi satu sama lain, belajar tentang topik apa aja yang diobrolin, belajar how they manage their life, tantangan hidup, dll.

Jujur, di masa-masa awal memulai PR-ku itu, aku masih bergulat dengan trust issue (dan berbagai issue-issue lainnya.. 😁😁 yes, you read it right. 😁 i have lots of issues and that’s okay 😁). Jadi di satu sisi aku bener-bener ingin belajar mengenal mereka, namun, di sisi lain aku melakukannya masih dengan perasaan takut-takut.. Takut kalau-kalau nanti ujungnya bakal berantem dengan orang lain dan hubungan jadi rusak, takut kalau-kalau mereka menolak aku, takut kalau-kalau di belakangku mereka ngomongin bad things about me, dll.

Tapi setelah kujalani, ternyata yang kutemukan di lapangan adalah justru mereka semua sama seperti aku, yakni sama-sama mempunyai masalah dan berbagai kekurangan di sana-sini, sama-sama memiliki ketakutan dan kekuatirannya masing-masing, dan sama-sama rapuh. So that’s okay. 😊

Berelasi dengan orang lain memang akan membuka peluang untuk tersakiti and that’s okay too. Living in a broken world with broken people memang penuh tantangan karena hal-hal ini akan muncul terus sepanjang hidup. Yang perlu kita lakukan adalah membekali diri bagaimana mengelola penderitaan/masalah/pains; bukan lari dari masalah.

LISTENING TO STORIES
Di kemudian hari aku pun menjadi senang pergi ke acara-acara sosial untuk mendengarkan cerita dari orang-orang yang datang. Dari aktifitas ini, aku belajar bagaimana menjalin pertemanan dengan orang lain dengan mendengarkan kisah hidup mereka. Dalam beberapa bulan ini saja aku belajar banyak hal dari kisah hidup orang-orang yang kujumpai dalam berbagai pertemuan yang kuikuti:

tentang perjalanan hijrahnya si A
tentang perjuangan menjadi tulang punggung keluarga si B
tentang perjalanan mengasuh anak-anak si C
tentang perjalanan merawat keluarga si D
tentang pergumulan dengan mertua si E
tentang pergumulan dengan orang tua si F
tentang perjuangan berdagang si G
tentang mengkuatirkan masa depan si H

dan masih banyak lagi cerita lainnya. I learn lots of things from listening to their stories. Mendengarkan cerita memperkaya perspektif. Mungkin karena sejak kecil kita terpapar dengan cerita dan tumbuh dalam cerita, menjadikan manusia senang mendengar cerita dan senang bercerita. 😊

Buatku, bertemu orang-orang ini seperti harta karun yang mengobarkan semangat untuk terus hidup and i’m grateful karena bisa ikut melihat kehidupan dari lensa mata mereka. Rasanya seperti terapi; juga menjadi pengingat bahwa we’re not alone here on earth, and we need each other dalam perjalanan kehidupan ini. 😊 I also learn that sharing our story means sharing ourselves. Bukankah berbagi adalah esensi dari hidup yang bermakna?

KETERAMPILAN BARU
Trus ketika memulai PR bertemu orang-orang baru itu aku iseng ikut tes MBTI dan hasilnya dominan introvert. Of kors. Nah, baru-baru ini aku iseng test lagi dan hasilnya berubah menjadi dominan ekstrovert asertif. 😁😁 Aku ketawa membaca hasilnya. Koq bisa jadi ekstrovert? Pikirku. Mungkinkah karena latihan ketemu orang baru selama lima tahunan ini membuatku berubah? Bisa jadi iya. 😁😁

Jadi ya itulah.. manusia memang dapat berubah, kan? 😁😁 Whatever you practice you become. Semakin sering dilatih semakin mahir melakukannya. 😁😁 Tentu semua dilandasi doa agar Tuhan memampukan. 😊

Mengingat hal ini, aku jadi kepikiran soal kita manusia yang kadang pada satu waktu terbentur masalah yang menjungkirbalikkan dunia kita dan mau tak mau mesti mengubah gaya hidup. Bisa jadi masalah itu datang karena hidup kita memang sudah HARUS berubah dari pola hidup lama ke pola yang baru; namun, dikarenakan keterbatasan dan ketidaktahuan membuat kita tak mampu melihatnya. Tetapi pilihan selalu ada, dan kita bisa memilih untuk berubah agar menang atas masalah, atau kita bisa memilih tenggelam karena menolak berubah.

Pada akhirnya, jika kita memilih untuk berubah, kita akan berterima kasih kepada Tuhan karena telah mengizinkan masalah tersebut datang dan menjungkirbalikkan hidup kita, dan, karena-Nya, kita belajar keterampilan baru.😊

**

I think deep down aku tetaplah seseorang yang membutuhkan waktu untuk mencerna berbagai hal yang datang dalam hidupku. Makanya ketika aku udah merasa ‘pikiranku udah penuh’, aku akan ambil jeda untuk memproses semuanya dan meditasi alias merenungkannya dalam jurnalku.😊 Setelah jedanya cukup, aku akan kembali menjadi social butterfly. Yes, the imperfect social butterfly yang sedang belajar berteman. 😁😁

So, how about you? Do you like meeting people and listening to their stories?


2 thoughts on “Satu Orang Baru Setiap Minggu

  1. Saya sudah tiga bulan ini, -boleh dikatakan begitulah- menutup diri. Betul sekali saya takut teman-teman dan orang sekitar ngomong bad things about me. Rasanya suntuk sekali. Sejak total berhenti bekerja karena perusahaan tak dibayar sepeserpun oleh owner/pemilik proyek sehingga kami karyawan kontraktor proyek diphk.

    Dua minggu lalu teman mengajak ikut seminar Mendobrak Mental Block. Saya awalnya tak mau ikuti. Tapi teman itu ngotot ngajakin. Dia bayarin. Akhirnya saya ikut.
    Pulang dari seminar itu saya merasa tercerahkan. Saya merasa bodoh telah menyia-nyiakan waktu dengan menutup diri. Banyak orang diluar sana yang punya masalah berat. Bahkan lebih berat dari saya. Kata teman yang ngajak itu saya terlalu banyak menuntut. Kurang bersyukur.

    Memang harus ada pihak ketiga yang membantu kita ketika ada dalam masalah. Kita harus mau membuka diri. Ada motivasi untuk berubah. Harus ada trigger. Saya menciptakan sendiri trigger itu. Saya harus membuat masa depan anak saya lebih baik dari saya. Itulah pemicu saya untuk mulai berubah.

    Like

    1. Halo pak alris, terima kasih banyak untuk sharingnya dan terima kasih sudah membaca postingan ini pak. Sukurlah sekarang bapak sudah tercerahkan ya. Betul sekali pak kita perlu motivasi untuk berubah. Semoga hari-hari ke depannya lebih baik lagi untuk bapak dan keluarga ya. Salam.

      Liked by 1 person

Comments are closed.