The Longing for Perfection

In the last three months i’ve been busy in membantu beberapa kepanitiaan dan bekerja bersama orang-orang hebat. They are young, smart, vibrant, quick, creative, and wise.

Perasaan ‘i don’t belong here’ kerap muncul dikarenakan aku merasa they seemed very well and doing things greatly, and they kinda know to what to say at the right time to the right person. Well, maybe aku merasa minderan seperti itu karena masih beradaptasi dalam lingkungan baru.

But i keep showing up, trying to do my best, sekaligus sadar pada my own vulnerability.

Then at one point, i break someone’s heart. Karena keterbatasan dan kekuranganku, aku terlambat menyadari kesalahan yang kubuat. Kasih karunia Tuhanlah yang telah menyadarkanku atas kesalahan yang telah kubuat kepada orang tersebut.

Aku kecewa pada diriku karena semacam membuat kesalahan dengan pola yang berulang. Aku pun bertanya: “Tuhan, kenapa aku bisa melakukan kesalahan ini lagi?”

Mungkin kalian pun pernah mengalami hal serupa. Dalam keseharian kita, kita berusaha melakukan yang terbaik, namun ada saja hal-hal yang terjadi yang dapat merusak pekerjaan maupun relasi kita dengan orang lain. Hal yang kuanggap biasa-biasa saja ternyata dimaknai berbeda oleh orang lain.

Karena itulah judul postingan ini adalah the longing for perfection. Deep down in our soul kita bener-bener berusaha melakukan yang terbaik agar hasilnya pun baik. Mungkin this longing for perfection muncul karena kita segambar dan serupa Allah, karena kita punya blue-print or DNA-nya Tuhan Allah. Kita ingin, sangat ingin, to make no mistake. But because of the corruption of sin, yang menjadikan kita inherently evil, membuat kita seringkali tidak menyadari kesalahan yang kita buat.

Aku sudah melakukan tanggung jawabku yakni dengan meminta maaf kepada orang tersebut. And i’m still working to untangle things on my mind by journaling a lot and praying a lot.

Walaupun aku telah hidup dalam pertobatan semenjak tahun 2018 hingga sekarang, namun, ke depannya mungkin aku akan terus melakukan kesalahan-kesalahan baru hingga kelak waktuku habis di bumi ini. Karena, sepertinya bagi kita manusia, making mistake is inescapable.

Namun, di sisi lain aku juga melihat bahwa Tuhan terus bekerja dalam diriku untuk menyingkapkan berbagai kelemahan dan kekurangan dan bekerja di sektor tersebut untuk membaharuiku terus-menerus. He’s not giving up on me.

Maybe this perfection we’re truly longing for memang hanyalah dapat tercapai kelak ketika kita kembali ke tempat di mana Pencipta kita berada, yakni di tempat dimana tiada lagi kesedihan dan tiada kesusahan. Selama hidup masih di bumi ini kita semua adalah a work in progress, with so much still to learn.

(repost. 03/03/2024)


4 thoughts on “The Longing for Perfection

    1. Thank you so much for reading kak Eka 🙂 postingan ini pernah tayang di blogku tanggal 3 maret kemarin. Kemudian aku take down karena tone-nye agak gloomy. But then setelah beberapa minggu aku meditasi, akhirnya aku udah bisa menerima, dan aku putuskan menuliskannya kembali di sini kak. Hidup memang diwarnai suka duka. 🙂 tulisan ini jadi semacam monumen buatku kak 🙂

      Like

Comments are closed.